MAKALAH
TANA TORAJA DAN KAIN SUTRA
DISUSUN
OLEH:
RISKA
RINANDA
XI IPA 5
XI IPA 5
Daftar
Isi
- PENDAHULUAN
1.1. Pengertian
Asal-usul tentang pengertian Toraja, ada dua versi. Versi pertama mengatakan bahwa kata Toraja berasal dari kata “to” yang artinya orang dan kata “raja” yang artinya raja. Jadi Toraja artinya orang-orang keturunan raja. Versi lain mengatakan bahwa Toraja berasal dari dua kata yaitu “to” yang artinya orang dan “ri aja” (bahasa Bugis) yang artinya orang-orang gunung. Jadi Toraja artinya orang-orang gunung.
1.2. Latar Belakang Masalah
Saya memilih kebudayaan Toraja karena beberapa hal, yaitu :
Kebudayaannya yang unik mendorong kami untuk mengenal lebih jauh tentang
adat-istiadat suku Toraja,
Merupakan salah satu bagian wilayah di Indonesia yang kurang dikenal, maka
dari itu dengan makalah ini, saya berharap dapat memberitahu sekilas tentang
Toraja kepada kalian semua,
Suku, objek wisata, dan makanan khas yang unik, yang belum diketahui oleh
masyarakat banyak. - PEMBAHASAN
ASAL
USUL TANA TORAJA
Kata toraja berasal dari bahasa Bugis to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Pemerintah Kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.
Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata yang terus meningkat.
Suku
Toraja yang ada sekarang ini bukanlah suku asli, tapi merupakan suku
pendatang. Menurut kepercayaan atau mythos yang sampai saat ini masih
dipegang teguh, suku Toraja berasal dari khayangan yang turun pada
sebuah pulau Lebukan.
Kemudian secara bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke Sulawesi bagian Selatan. Di pulau ini mereka berdiam disekitar danau Tempe dimana mereka mendirikan perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi perkampungan Bugis. Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada seorang yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap merupakan nenek moyang suku Toraja.
Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi. Daerah Toraja dibagi menjadi 5(lima) daerah yang terdiri atas :
1. M a k a l e
2. Sangala
3.Rantepao
4. Mengkendek
5. Toraja Barat.
Kemudian secara bergelombang dengan menggunakan perahu mereka datang ke Sulawesi bagian Selatan. Di pulau ini mereka berdiam disekitar danau Tempe dimana mereka mendirikan perkampungan. Perkampungan inilah yang makin lama berkembang menjadi perkampungan Bugis. Diantara orang-orang yang mendiami perkampungan ini ada seorang yang meninggalkan perkampungan dan pergi ke Utara lalu menetap di gunung Kandora, dan di daerah Enrekang. Orang inilah yang dianggap merupakan nenek moyang suku Toraja.
Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi. Daerah Toraja dibagi menjadi 5(lima) daerah yang terdiri atas :
1. M a k a l e
2. Sangala
3.Rantepao
4. Mengkendek
5. Toraja Barat.
Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masing-masing oleh seorang bangsawan yang bernama PUANG. Daerah Rantepao dipimpin bangsawan yang bernama PARENGI, sedangkan .daerah Toraja Barat dipimpin bangsawan bernama MA'DIKA.
Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalarn masyarakat ada semacam perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang dipimpin oleh PUANG dengan daerah yg dipimpin oleh PARENGI dan MA'DIKA. Pada daerah yang dipimpin oleh PUANG masyarakat biasa tidak akan dapat menjadi PUANG,. sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja Barat masyarakat biasa bisa saja mencapai kedudukan PARENGI atau MA'DIKA kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang menyebabkan daerah Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang terjadi di Makale.
KEPERCAYAAN
Di Tana Toraja dikenal pembagian kasta seperti yang terdapat didalam agama Hindu-Bali. Maka mungkin karena itulah sebabnya kepercayaan asli suku Toraja yaitu ALUKTA ditetapkan pemerintah menjadi salah satu sekte dalam agama Hindu Bali. Kasta atau kelas ini dibagi menjadi 4 (empat) :
1. Kasta Tana' Bulaan
2. Kasta Tana' Bassi1.
3. Kasta Tana’Karurung
4. Kasta Tana' Kua-kua
ADAT ISTIADAT
Toraja sangat dikenal dengan upacara adatnya. Didalam menjalankan upacara dikenal 2 ( dua ) macam pembagian yaitu:
Upacara kedukaan disebut Rambu Solok.
Upacara ini meiiputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu :
a. Rapasan
b. Barata Kendek
c. Todi Balang
d. Todi Rondon.
e. Todi Sangoloi
f. Di Silli
g. Todi Tanaan.
Upacara kegembiraan disebut Rambu Tuka.
Upacara ini juga meliputi 7 (tujuh) tahapan, yaitu
a. Tananan Bua’
b. Tokonan Tedong
c. Batemanurun
d. Surasan Tallang
e. Remesan Para
f. Tangkean Suru
g. Kapuran Pangugan
Karena mayoritas penduduk suku Toraja masih memegang teguh kepercayaan nenek moyangnya (60 %) maka adat istiadat yang ada sejak dulu tetap dijalankan sekarang. Hal ini terutama pada adat yang berpokok pangkal dari upacara adat Rambu Tuka’ dan Rambu Solok. Dua pokok inilah yang merangkaikan upacara-upacara adat yang masih dilakukan dan cukup terkenal. Upacara adat itu meliputi persiapan penguburan jenazah yang biasanya diikuti dengan adu ayam, adu kerbau, penyembelihan kerbau dan penyembelihan babi dengan jumlah besar. Upacara ini termasuk dalam Rambu Solok, dimana jenazah yang mau dikubur sudah di simpan lama dan nantinya akan dikuburkan di gunung batu. Akan hal tempat kuburan ini, suku Toraja mempunyai tempat yang khusus., Kebiasaan mengubur mayat di batu sampai kini tetap dilakukan meskipun sudah banyak yang beragama Katholik, Kristen. Hanya yang sudah beragama Islam mengubur mayatnya dalam tanah sebagaimana lazimnya. Seluruh upacara dalam rangkaian penguburan mayat ini memerlukan biaya yang besar. Itu ditanggung oleh yang bersangkutan disamping sumbangan-sumbangan. Besar kecilnya upacara mencerminkan tingkat kekayaan suatu keluarga. Kriterianya diukur dari jumlah babi dan kerbau yang dipotong disamping lamanya upacara. Untuk kaum bangsawan upacara itu sampai sebulan dan hewan yang dipotong mencapai ratusan. Belum lagi biaya (lainnya) yang banyak, sekalipun dirasakan berat tetapi lambat laun dari masalah adat telah berubah menjadi masalah martabat.\
PERKEMBANGAN RUMAH ADAT TORAJA
Rumah Adat Suku Toraja mengalami perkembangan terus sampai kepada rumah yang dikenal sekarang ini. Perkembangan itu meliputi penggunaan ruangan, pemakaian bahan, bentuk, sampai cara membangun. Sampai pada keadaannya yang sekarang rumah adat suku Toraja berhenti dalam proses perkembangan. Sekalipun begitu, sejak asalnya rumah adat ini sudah punya ciri yang khas. Ciri ini terjadi karena pengaruh lingkungan hidup dan adat istiadat suku Toraja sendiri. Seperti halnya rumah adat suku-suku lain di Indonesia yang umumnya dibedakan karena bentuk atapnya, rumah adat Toraja inipun mempunyai bentuk atap yang khas. Memang mirip dengan rumah adat suku Batak, tetapi meskipun begitu rumah adat suku
Toraja tetap memiliki ciri-ciri tersendiri.
1. Pada mulanya rumah yang didirikan masih berupa senacam pondok yang diberi nama Lantang Tolumio. Ini masih berupa atap yang disangga dangan dua tiang + dinding tebing
2. Bentuk kedua dinamakan Pandoko Dena. Bentuk ini biasa disebut pondok pipit karena letak-nya yang diatas pohon. Pada prinsipnya rumah ini dibuat atas 4 pohon yang berdekatan dan berfungsi sebagai tiang. Hal pemindahan tempat ini mungkin disebabkan adanya gangguan binatang buas
3. Perkembangan ketiga ialah ditandai dengan mulainya pemakaian tiang buatan. Bentuk ini memakai 2 tiang yang berupa pohon hidup dan 1 tiang buatan. Mungkin ini disebabkan oleh sukarnya mencari 4 buah pohon yang berdekatan. Bentuk ini disebut Re'neba Longtongapa
4. Berikutnya adalah rumah panggung yang seluruhnya mempergunakan tiang buatan. Dibawahnya sering digunakan untuk menyimpan padi (paliku), ini bentuk pertama terjadinya lumbung.
5. Perkembangan ke~5 masih berupa rumah pangqung sederhana tetapi dengan tiang yang lain. Untuk keamanan hewan yang dikandangkan dikolong rumah itu. tiang-tiang dibuat sedemikian ru pa sehingga cukup aman. Biasanya tiang itu tidak dipasang dalam posisi vertikal tetapi merupakan susunan batang yang disusun secara horisontal
6. Lama sesudah itu terjadi perobahan yang agak banyak. Perubahan itu sudah meliputi atap, fungsi ruang dan bahan. Dalam periode ini tiang-tiang kembali dipasang vertikal tetapi dengan jumlah yang tertentu. Atap mulai memakai bambu dan bentuknya mulai berexpansi ke depan (menjorok). Tetapi garis teratas dari atap masih datar. Dinding yang dibuat dari papan mulai diukir begitu juga tiang penyangga. Bentuk ini dikenal dengan nama Banua Mellao Langi
7. Berikutnya adalah rumah adat yang dinamakan Banua Bilolong Tedon Perkembangan ini terdapat pada Lantai yang mengalami perobahan sesuai fungsinya.
8. Pada periode ini hanya terjadi perkembangan pada lantai dan tangga yang berada di bagian depan
9. Pada periode ini letak tangga pindah ke bawah serta perubahan permainan lantai (gambar 9)
10. Banua Diposi merupakan nama yang dikenal untuk perkembangan kesembilan ini. Perubahan ini lebih untuk menyempurnakan fungsi lantai (ruang). (gambar 10).
11. Berikutnya adalah perobahan lantai yang menjadi datar dan ruang hanya dibagi dua.
Setelah periode ini perkembangan selanjutnya tidak lagi berdasarkan adat, tetapi lebih banyak karena persoalan kebutuhan
akan ruang dan konstruksi. Bagitu juga dalam penggunaan materi mulai dipakainya bahan produk mutakhir, seperti seng, sirap, paku, dan sebagainya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perkembangan yang terakhir merupakan puncak perkembangan dari rumah adat Toraja.
( berikut adalah contoh-contoh) RUMAH ADAT.
( contoh 1)
Nama Tempat : Garampak
Kampung : Marinding
D e s a : Kandora
Kecamatan : Mengkendek
1. Gambaran Umum.
Di kampung ini terdapat 3 rumah adat, 2 lurnbung dan 1 rumah tinggal biasa. Ketiga rumah adat itu yang satu merupakan rumah lama dan ditinggali oleh penghuninya, yang satu dalam rekonstruksi dan yang sebuah lagi dalam taraf pembangunan. Dalam peninjauan ini lebih dikhususkan pada rumah yang dikonstruksi yang menurut keterangan, dibuat kira-kira 100 tahun yang lalu.
2. Tata Letak.
Semua rumah mnghadap ke Utara, karena ada kepercayaan bahwa Utara merupakan lambang kehidupan. Sedang arah Selatan darimana timbul kehidupan (kelahiran) merupakan tujuan kemana setiap insan akan pergi (kenatian). Letak lumbung di karnpung ini tidak dapat tepat di depan rumah, lebih tepatnya agak disamping.
3. Perencanaan.
Direncanakan oleh tukang-tukang dan keluarga yang akan menempati rumah dengan dibantu beberapa tukang ukir. Cara pelaksanaan dengan sistim gotong-royong rakyat setempat.
a. Pembagian ruangan.
Ruangan rumah dibagi atas tiga bagian, dengan urutan dari Utara ke Selatan.
Ruang I : SALI, teimpat duduk, ruang tamu, entrance, dapur, termpat tidur anak,
Ruang II : INAN TENGA (SALI TENGA) , tempat tidur orang tua, ruang makan.
Ruang III: SUMBUNG, tempat tidur orang tua (nenek) dan orang-orang terhormat.
b. Ruangan-ruangan terletak dibagian atas rumah (panggung). Sedang dibagian bawah (kolong) dengan tiang-tiang merupakan kandang kerbau. Kandang babi terbuat terpisah dari rumah adat.
c. Fasilitas kamar mandi dan WC tidak ada, begitu juga dengan tempat cuci. Untuk keperluan ini penghuni harus pergi ke sungai terdekat.
d. Tangga masuk pada rumah adat ini banyak nengalami perubahan mulai letak di depan di kolong, sampai di samping. Pada rumah adat di desa ini tangganya berada di depan.
4. Struktur.
Struktur rumah terbuat dari kayu, keseluruhan elemennya saling kait mengkait sehingga menjadi kesatuan yang kaku dan berdiri diatas tiang-tiang. Tiang menumpu pada pondasi-yang berupa sebuah batu alam sebagai tumpuan tiang.
Konstruksi bangunan ini adalah tahan gempa & angin dalam arti kata tidak runtuh. Sebab seluruh bagian merupakan satu kesatuan yang diletakkan diatas batu begitu saja.
Untuk bangunan yang ditinjau ini tiangnya 9 buah termasuk Tulak Somba. Selebihnya adalah tiang pembantu yang dihubungkan dengan kasta-kasta ( menggambarkan struktur sosial Tana Toraja) Adapun stratifikasi sosial Tana Toraja yang berhubungan dengan rumah adat ialah :
- Tana Bulaan ( bulaan = emas ) jumlah tiang rumah 29 buah
- Tana Besi Jumlah tiang rumah 27 buah
- Tana Karuru ( Karuru = ijuk ) jumlah tiang rumah 25 buah
- Tana Kua-Kua ( Kua = tebu ) jumlah tiang rumah 23 buah.
5. Konstruksi.
a. materi bangunan.
hampir keseluruhan menggunakan bahan kayu. dimulai dari balok tiang, papan untuk dinding dan lantai. Untuk alas runah (pondasi) digunakan batu.
Jenis kayu yang digunakan tergantung dari persediaan. Jenis itu umumnya kayu Bunga, kayu Buangin (cemara) , kayu Kalapi/ Nangka, Cendana, kayu Beringin.
b. cara penyambungan
Untuk atap menggunakan sistim ikat (dengan rotan) dan jepit. Untuk balok-balokbanyak menggunakan sistim pen.
c. Atap.
Bahan dari bambu yang dibelah dan dirangkai menjadi bidang-bidang. Pengikat menggunakan rotan dan diantara lapisan bambu diberi ijuk. Untuk hubungan dipakai bambu belah-belah.
d. Dinding.
Menggunakan bahan papan yang biasa.nya penyelesaiannya diukir dibagian luarnya.
e. Tiang.
Dari balok yang raasih berupa pohon yang hanya diperhalus sedikit, lalu ditaruh begitu saja diatas batu.
f. Penyelesaian.
Untuk ukir-ukiran dicat yang dipakai ialah tanah merah + tuak, arang + cuka + air.
g. Lantai.
Dari papan, balok kecil yang dipasang saling bersilangan ditambah anyaman kayu.
h. Cara pembuatan.
Untuk mengukur kedataran (rata) dipakai perkiraan sejajar permukaan air. Untuk mengukur arah tegak dipergunakan pertolongan tali.
6. Kandang babi.
Bangunan sederhana dengan konstruksi bambu.
7. Lumbung.
Konstruksi sama dengan rumah, tapi strukturnya berbeda dan lebih sederhana. Jumlah tiang lebih sedikit dan tidak memakai tulak somba. Tiang biasanya berjumlah 4 atau 6 buah.
8. Ornamen/Hiasan bangunan.
Ornamen (hiasan bangunan) yang terdapat pada rumah-rumah adat sebagian besar mempunyai arti. Arti ini biasanya berhubungan dengan adat istiadat yang masih diipertahankan. Disamping itu ada pula yang hanya merupakan hiasan saja, misalnya :
Sumbang dan Katombe yang merupakan sirip-sirip kayu berukir pada tiap-tiap sudut rumah adat.
Ornamen (hiasan) ini dibagi dalam beberapa macam ornamen, masing-masing ialah :
a. Ornamen binatang
Kerbau, sebagai binatang yang sering disembelih dalam upacara-upacara, bagian- bagian badannya banyak dipergunakan untuk ornamen. Misalnya tanduk, kepala ( tiruannya). Selain itu motif kerbau juga ada dalam ukiran di dinding papan rumah adat. Kepala kerbau ( tiruan dari kayu ) biasanya dipasang pada ujung-ujung balok lantai bagian depan (pata sere).
Tanduk kerbau disusun pada tiang yang utama (tulak- sonba) artinya menyatakan jumlah generasi yang pernah tinggal di rumah adat itu.
Ayam jantan, sebagai lambang Kasta Tana’ Bulaan (kasatria) diukirkan pada bagian depan/belakang rumah, juga dipintu-pintu.
Babi, sebagai lambang binatang sajian.
b. Ornamen Senjata.
Keris dan pedang, diukirkan sebagai lambang Kasta Tana Bulaan (kasatria).
c. Ornamen Tumbuh-tumbuhan.
Daun Sirih, bunga, diukirkan pada tiang utama tulak somba, rinding (dinding), langit-langit lumbung sebagai ruang tamu, juga di pintu-pintu.
Ornamen ukiran kayunya menggunakan kayu URU. Ornamen ini diukir dulu baru dipasang di tempat. Penyelesaian ukiran biasanya dengan zat pewarna yang dibikin dari tanah +tuak atau arang + cuka + air.
(
contoh 2)
Nama desa: Sarira
Kecamatan: Makale
Kabupaten: Tana Toraja
Pembahasan Umum :
Di desa ini, seperti juga kebanyakan di tempat lain di Tana Toraja, banyak menggunakan kayu URU. Adapun alasannya antara lain : relatif tahan lama, mudah didapat di tempat tersebut, cukup mudah untuk diukir.
Di desa ini terdapat rumah adat yang dalam proses penggantian atap dari atap bambu menjadi atap seng.Penggantian ini disebabkan atap yang lama sudah busuk (rusak) atau bocor. Penggunaan materi seng adalah gejala masuknya hasil teknologi modern yang terlihat nyata. Dengan materi ini pula bersamaan masuknya beberapa alat modern pada rumah adat itu. Misalnya mulainya penggunaan paku dan sebagainya. Begitu juga dengan sendirinya konstruksi atap mengalami perubahan yang cukup banyak, sekalipun tidak prinsipil. Banyak alasan tentang penggunaan materi seng ini yang pada dasarnya bersifat praktis, seperti :
- lebih cepat dalam pembangunannya
- lebih murah, karena menggunakan jumlah kayu lebih sedikit (ekonomis)
Disamping alasan-alasan praktis itu sebenarnya tidak disadari akibat yang timbul karenanya. Salah satu efek negatifnya ialah expresi tradisionilnya hilang. Sebab atap yang merupakan hampir setengah bagian bangunan, mempunyai permukaan bidang yang cukup besar. Kalau ditinjau dari segi kekuatan bambulah yang lebih kuat. Karena bambu dapat tahan kira2 sarapai 40 tahun. Relatif cukup lama dibandingkan seng, sebab dalam prakteknya bambu ini ditumbuhi tumbuh2-an yang melindungi dari sinar matahari atau hujan.
Nama desa: Sarira
Kecamatan: Makale
Kabupaten: Tana Toraja
Pembahasan Umum :
Di desa ini, seperti juga kebanyakan di tempat lain di Tana Toraja, banyak menggunakan kayu URU. Adapun alasannya antara lain : relatif tahan lama, mudah didapat di tempat tersebut, cukup mudah untuk diukir.
Di desa ini terdapat rumah adat yang dalam proses penggantian atap dari atap bambu menjadi atap seng.Penggantian ini disebabkan atap yang lama sudah busuk (rusak) atau bocor. Penggunaan materi seng adalah gejala masuknya hasil teknologi modern yang terlihat nyata. Dengan materi ini pula bersamaan masuknya beberapa alat modern pada rumah adat itu. Misalnya mulainya penggunaan paku dan sebagainya. Begitu juga dengan sendirinya konstruksi atap mengalami perubahan yang cukup banyak, sekalipun tidak prinsipil. Banyak alasan tentang penggunaan materi seng ini yang pada dasarnya bersifat praktis, seperti :
- lebih cepat dalam pembangunannya
- lebih murah, karena menggunakan jumlah kayu lebih sedikit (ekonomis)
Disamping alasan-alasan praktis itu sebenarnya tidak disadari akibat yang timbul karenanya. Salah satu efek negatifnya ialah expresi tradisionilnya hilang. Sebab atap yang merupakan hampir setengah bagian bangunan, mempunyai permukaan bidang yang cukup besar. Kalau ditinjau dari segi kekuatan bambulah yang lebih kuat. Karena bambu dapat tahan kira2 sarapai 40 tahun. Relatif cukup lama dibandingkan seng, sebab dalam prakteknya bambu ini ditumbuhi tumbuh2-an yang melindungi dari sinar matahari atau hujan.
(
contoh 3)
Nama tempat :halaman Teuru
Kampung :Berurung
Desa :Sesean Mataallo
Kecamatan :Sesean
Kabupaten :Tana Toraja
1. Pembahasan Umum.
Menurut keterangan penduduk setempat rumah-rumah adat di kampung ini sudah berusia kira-kira 50 tahun. Ada rumah yang sudah diganti atapnya sekalipun menggantinya dengan bambu juga. Tetapi satu hal yang menyolok dikampung ini ialah dibangunnya dapur disamping rumah adat yang berbentuk model rumah Bugis. Bangunan induk mulai dibuat jendela-jendela kaca untuk mendapatkan sinar lebih banyak. Satu lagi efek tak menguntungkan terhadap kepribadian rumah adat Tana Toraja.
Tiap rumah di kampung ini ditinggali oleh satu keluarga. Urutannya dimulai dibagian Timur untuk Bapak & Ibu berikutnya mengikuti ketinggian tanah adalah rumah-rumah untuk anak.
Seperti di tempat lain di Toraja, di desa inipun lumbung merupakan lambang kekayaan. Semakin banyak jumlah lumbung semakin kaya penghuninya.
Nama tempat :halaman Teuru
Kampung :Berurung
Desa :Sesean Mataallo
Kecamatan :Sesean
Kabupaten :Tana Toraja
1. Pembahasan Umum.
Menurut keterangan penduduk setempat rumah-rumah adat di kampung ini sudah berusia kira-kira 50 tahun. Ada rumah yang sudah diganti atapnya sekalipun menggantinya dengan bambu juga. Tetapi satu hal yang menyolok dikampung ini ialah dibangunnya dapur disamping rumah adat yang berbentuk model rumah Bugis. Bangunan induk mulai dibuat jendela-jendela kaca untuk mendapatkan sinar lebih banyak. Satu lagi efek tak menguntungkan terhadap kepribadian rumah adat Tana Toraja.
Tiap rumah di kampung ini ditinggali oleh satu keluarga. Urutannya dimulai dibagian Timur untuk Bapak & Ibu berikutnya mengikuti ketinggian tanah adalah rumah-rumah untuk anak.
Seperti di tempat lain di Toraja, di desa inipun lumbung merupakan lambang kekayaan. Semakin banyak jumlah lumbung semakin kaya penghuninya.
KEBUDAYAAN
a).
Tongkonan
Tongkonan
adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan kayu
dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata
"tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon ("duduk").
Tongkonan
merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang berhubungan
dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku
Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta
karena Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur
mereka.Menurut cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun di
surga dengan empat tiang. Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi,
dia meniru rumah tersebut dan menggelar upacara yang besar.Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan. Tongkonan layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat "pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga yang memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal sedangkan anggota keluarga biasa tinggal di tongkonan batu. Eksklusifitas kaum bangsawan atas tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar.
b). Ukiran kayu
Bahasa Toraja hanya diucapkan dan tidak memiliki sistem tulisan.[21] Untuk menunjukkan kosep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat ukiran kayu dan menyebutnya Pa'ssura (atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewandan tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan. Gambar kiri memperlihatkan contoh ukiran kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi. Panel tengah bawah melambangkan kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga memperoleh banyak kerbau. Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah harapan agar semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian, seperti barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak. Kotak bagian kiri atas dan kanan atas melambangkan hewan air, menunjukkan kebutuhan untuk bergerak cepat dan bekerja keras, seperti hewan yang bergerak di permukaan air. Hal Ini juga menunjukkan adanya kebutuhan akan keahlian tertentu untuk menghasilkan hasil yang baik.
Keteraturan
dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja (lihat
desain tabel di bawah), selain itu ukiran kayu Toraja juga abstrak
dan geometris. Alam sering digunakan sebagai dasar dari ornamen
Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan geometri yang teratur.
Ornamen Toraja dipelajari dalam ethnomatematika dengan tujuan
mengungkap struktur matematikanya meskipun suku Toraja membuat ukiran
ini hanya berdasarkan taksiran mereka sendiri.Suku Toraja menggunakan
bambu untuk membuat oranamen geometris.
c).Upacara
pemakaman
Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi biaya pemakaman.[24] Suku Toraja percaya bahwa kematian bukanlah sesuatu yang datang dengan tiba-tiba tetapi merupakan sebuah proses yang bertahap menuju Puya (dunia arwah, atau akhirat). Dalam masa penungguan itu, jenazah dibungkus dengan beberapa helai kain dan disimpan di bawah tongkonan. Arwah orang mati dipercaya tetap tinggal di desa sampai upacara pemakaman selesai, setelah itu arwah akan melakukan perjalanan ke Puya.[25]
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan golok. Bangkai kerbau, termasuk kepalanya, dijajarkan di padang, menunggu pemiliknya, yang sedang dalam "masa tertidur". Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau. Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.[26]
Ada tiga cara pemakaman: Peti mati dapat disimpan di dalam gua, atau di makam batu berukir, atau digantung di tebing. Orang kaya kadang-kadang dikubur di makam batu berukir. Makam tersebut biasanya mahal dan waktu pembuatannya sekitar beberapa bulan. Di beberapa daerah, gua batu digunakan untuk meyimpan jenazah seluruh anggota keluarga. Patung kayu yang disebut tau tau biasanya diletakkan di gua dan menghadap ke luar.[27] Peti mati bayi atau anak-anak digantung dengan tali di sisi tebing. Tali tersebut biasanya bertahan selama setahun sebelum membusuk dan membuat petinya terjatuh.
d).Musik
Dan Tarian
Suku
Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam
upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita,
dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena
sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat.
Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan
lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut
disebut Ma'badong).[6][26]
Ritual tersebut dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara
pemakaman.[23]
Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing
ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya.
Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, prisai besar dari
kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya.
Tarian Ma'randing
mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju
rante,
tempat upacara pemakaman. Selama upacara, para perempuan dewasa
melakukan tarian Ma'katia
sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia
bertujuan untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan
kesetiaan almarhum. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok
anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian
ceria yang disebut Ma'dondan.
Seperti
di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari
selama musim panen.
Tarian Ma'bugi
dilakukan untuk merayakan Hari
Pengucapan Syukur dan tarian Ma'gandangi
ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras[28]
Ada beberapa tarian perang, misalnya tarian Manimbong
yang dilakukan oleh pria dan kemudian diikuti oleh tarian Ma'dandan
oleh perempuan. Agama Aluk mengatur kapan dan bagaimana suku Toraja
menari. Sebuah tarian yang disebut Ma'bua
hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua
adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan
kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci.
Alat
musik tradisional Toraja adalah suling
bambu yang disebut
Pa'suling.
Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada
tarian Ma'bondensan,
ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan
tidak berbaju dan berkuku jari panjang. Suku Toraja juga mempunyai
alat musik lainnya, misalnya Pa'pelle
yang dibuat dari daun
palem dan dimainkan
pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.[29]III. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sebenarnya Indonesia memiliki ragam kebudayaan dan suku-suku didalamnya, tetapi banyak masyarakat yang tidak mengenal kebudayaan apa saja yang ada dinegerinya. Salah satu contohnya adalah Toraja, suku yang berdiam di provinsi Sulawesi Selatan ini memiliki banyak kebudayaan-kebudayaan yang unik. Dari mulai suku-suku, bahasa, adat perkawinan, upacara adat kematian, makanan khas, dan objek wisata yang beragam dan unik.
3.2. Saran/info
Kebudayaan Indonesia yang beragam seharusnya tidak kita sia-siakan begitu saja, sebagai bangsa yang mencintai tanah air, kita harus mampu melestarikan kebudayaan-kebudayaan bangsa. Jika kita tidak mampu melestarikannya, kebudayaan yang kita miliki semakin lama akan semakin punah. Oleh sebab itu, kita harus dapat mempelajari sedikit banyaknya tentang kebudayaan-kebudayaan daerah, biarpun kebudayaan tersebut bukan berasal dari daerah kita.
3.3. Kesan
Setelah membaca makalah ini, kesan yang saya dapatkan adalah beragamnya keunikan-keunikan dari kebudayaan Toraja yang banyak saya tidak ketahui, membuat saya semakin tertarik untuk mengenalnya lebih jauh lagi.
Sutra
atau sutera merupakan serat protein alami yang dapat ditenun menjadi
tekstil. Jenis sutra yang paling umum adalah sutra dari kepompong
yang dihasilkan larva ulat sutra murbei (Bombyx mori) yang diternak
(peternakan ulat itu disebut serikultur)
Rupa berkilauan yang menjadi daya tarik sutra berasal dari struktur seperti prisma segitiga dalam serat tersebut yang membolehkan kain sutra membiaskan cahaya pada pelbagai sudut
Untuk menghasilkan sutera yang baik diperlukan ulat serta makanannya berupa daun murbai. Bagi yang belum mengetahui pohon serta daunnya lihat gambar dibawah ini:
Rupa berkilauan yang menjadi daya tarik sutra berasal dari struktur seperti prisma segitiga dalam serat tersebut yang membolehkan kain sutra membiaskan cahaya pada pelbagai sudut
Untuk menghasilkan sutera yang baik diperlukan ulat serta makanannya berupa daun murbai. Bagi yang belum mengetahui pohon serta daunnya lihat gambar dibawah ini:
Daun Murbai
Ulat sutra diletakan
pada wadah yang berisi daun murbai sebagai makanan ulat tersebut
Tempat peternakan ulat
sutra
Setelah kenyang ulat
sutra akan membentuk coccon/kepompong sutra yang merupakan bahan
dasar dari kain sutra
Kepompong sutera mulai
terbentuk
Kepompong ulat sutra
saat dipanen
Isi dalam kepompong
tersebut
Kepompong siap
dipintal untuk dijadikan benang sutra
Fakta menarik tentang
ulat sutra :
1.Ketika Ulat sutra berumur 25 hari, berat mereka 10.000 kali sejak mereka ditetaskan.
2.Diperlukan 5500 ulat sutra untuk menghasilkan 1Kg sutra
3.1 kepompong ulat sutera, apabila helainya dibentangkan maka benang suteranya akansepanjang 1000 yard.
4.Makanan kesukaan ulat sutra adalah daun Murbai
Legenda
Sutera ditemukan dan digunakan pertama kali di Cina dibawah Kekaisaran Huang Ti ( Yellow Emperor ) sekitar tahun 2697 s/d 2597 Sebelum Masehi. Legenda mengatakan bahwa Lei-tzu sang Permaisuri kerajaan saat itu sedang memperhatikan kepompong di pohon mulberry dan kemudian mengambilnya, tanpa sengaja kepompong tersebut jatuh di cangkir teh sang permaisuri.
Saat akan mengambil kepompong tersebut sang permaisuri menyadari bahwa kepompong tersebut kemudian menjadi berbentuk helaian benang yang halus dan panjang. Inilah awal pertamakali benang sutera ditemukan. Di Cina kemudian permaisuri tersebut sampai sekarang dikenal sebagai Si Ling-chi atau Lady of the Silkworm.
1.Ketika Ulat sutra berumur 25 hari, berat mereka 10.000 kali sejak mereka ditetaskan.
2.Diperlukan 5500 ulat sutra untuk menghasilkan 1Kg sutra
3.1 kepompong ulat sutera, apabila helainya dibentangkan maka benang suteranya akansepanjang 1000 yard.
4.Makanan kesukaan ulat sutra adalah daun Murbai
Legenda
Sutera ditemukan dan digunakan pertama kali di Cina dibawah Kekaisaran Huang Ti ( Yellow Emperor ) sekitar tahun 2697 s/d 2597 Sebelum Masehi. Legenda mengatakan bahwa Lei-tzu sang Permaisuri kerajaan saat itu sedang memperhatikan kepompong di pohon mulberry dan kemudian mengambilnya, tanpa sengaja kepompong tersebut jatuh di cangkir teh sang permaisuri.
Saat akan mengambil kepompong tersebut sang permaisuri menyadari bahwa kepompong tersebut kemudian menjadi berbentuk helaian benang yang halus dan panjang. Inilah awal pertamakali benang sutera ditemukan. Di Cina kemudian permaisuri tersebut sampai sekarang dikenal sebagai Si Ling-chi atau Lady of the Silkworm.